Jumat, 22 Juli 2016

Tentang Ragam Bentuk Rumah Adat Minangkabau / Rumah Gadang

Ragam Bentuk Rumah Adat Minangkabau



在印度尼西亚,有各种形式的传统建筑,尤其是那些位于西苏门答腊米南加保文化在全省,称为自定义房子
इंडोनेशिया में कस्टम घर बुलाया विशेष रूप से पारंपरिक भवनों, पश्चिम सुमात्रा या Minangkabau संस्कृति के प्रांत में स्थित उन के विभिन्न रूपों, वहाँ रहे हैं
В Индонезии существуют различные формы традиционного здания, особенно те, которые расположены в провинции Западная Суматра или Минангкабау культуры, называется Custom House

Ragam bentuk rumah gadang atau rumah adat mestinya dilihat dari bentuknya, bukan dari nama pemiliknya, memang ada rumah gadang atau rumah adat dinamai berdasarkan pemilik misalnya nama datuk atau raja yang membawahi kaum/sukunya, hal ini adalah hal yang wajar saja dalam percakapan sehari-hari dalam sebuah nagari. 


Tetapi yang dimaksud dengan ragam bentuk rumah adat Minangkabau.Adalah penamaan berdasarkan kajian bentuk bangunan Minangkabau, dan nama bentuk ini telah pula disepakati oleh tukang/tukang tuo dan penduduk nagari yang memberikan nama tersebut untuk membangun atau mengerjakan rumah gadang agar semua tahu apa bentuknya. Sekarang pembangunan rumah adat tidak lagi oleh tukang tuo dan seperti tatacara di zaman lampau. Oleh karena itu namanya juga diberikan sering sembarangan, dan rasanya perlu diketahui namanya yang asli seperti dulu. Penamaan di bawah ini adalah hasil penelitian penulis dan beberapa rujukan yang dapat dipercaya.Catatan: Untuk memperbesar dan melihat gambar asli setiap gambar/foto, klik 1 x gambar atau foto, untuk kembali tekan esc/enter
Gajah Maharam
Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat yang ada di Sehiliran Batang Bengkaweh atau kawasan Lareh Nan Panjang (LNP), dianggap bentuk asal bangunan tradisi Minangkabau.






Bangunan ini ada di Pariangan Padang Panjang, Kab. Tanah Datar dan kawasan lainnya. Ciri bangunan ini adalah pengakhiran pada kiri dan kanan bangunan yang lurus dan tidak diakhiri dengan anjung (anjuang).(sumber foto. Penulis, 1996).Untuk melihat peta lokasi Nagari Pariangan (klik kanan peta Wikimapia ini)

Gonjong Ampek Sibak Baju (Gonjong Empat Sibak Baju)


Gonjong Ampek Sibak Baju RA suku Koto, Dt.Tampang, di Koto Pisang (koto Kaciak), desa Pariangan, 5 ruang. sumber foto. Penulis, 1996) Perhatikan dua gonjong yang ditengah, pengakhirannya dalam bentuk garis sibak baju,bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam





Istana Ampang Tinggi (1861-1869), di Kuala Pilah, Negeri Sembilan Malaysia mirip dengan tipe bangunan Sibak Baju yang ada di Minangkabau, dan juga rumah adat Lontik atau Pancalang,di Kuok, Bangkinang, Kampar. Cuma penutup kolong atau (salangko, bhs.Minang) dihilangkan, dan mirip bangunan Melayu. Istana kedua adalah Istana Sri Menanti di Seremban, istana ini sering disebut mirip dengan RG Minangkabau, padahal tidak, sebab sudah mirip dg bangunan Melayu Pesisir. Salangko (bhs Minang) adalah penutup kolong bagian depan rumah gadang. Kolong biasanya dipakai untuk kurungan ternak.

Gonjong Anam (Gonjong Enam)







Rumah Gadang gonjong anam di Nagari Koto Anau, Kab.Solok.Sumber foto: Penulis, 2003. Untuk peta lokasi (klik kanan Wikimapia ini)


Bangunan ini sebenarnya bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, yang telah dimodifikasi, kemudian di tempelkan ukiran, kesannya seperti bangunan beranjung, padahal tidak. Salangkonya memakai papan, bukan anyaman bambu, dan jendela dibuat lebih banyak agar cahaya lebih banyak masuk ke bangunan, jadi bangunan ini lebih maju (modern). Diperkirakan ini adalah bentuk transformasi bentuk Gajah Maharan ke bangunan Beranjung.Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/

Rumah Gadang Batingkek (Rumah Gadang Bertingkat)



Model bangunan bergonjong empat dan bertingkap, banyak ditemukan di sekitar Singkarak, Kab.Solok. (lihat peta Wikimapia) bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam (Lihat denah. )Model Model bangunan Gajah Maharam bertingkap di desa Pasir, Singkarak, Kab. Solok (sumber foto penulis 1996). Tipe bangunan termasuk langka dan tidak banyak lagi bangunan ini ada di Sumatera Barat.
Bentuk Denah Rumah Gadang Batingkek

RG.Batingkek di Baso, Bukittinggi seabad yang lalu, sumber foto:http://www.geheugenvannederland.nl/

Surambi Aceh Bagonjong Ciek 
(Surambi Aceh Bergonjong Satu)

Menurut cerita asal bangunan serambi ini muncul dari kebutuhan penerima tamu yang bukan orang minang (kolonial) yg tidak diperbolehkan (tabu) masuk ke dalam rumah adat/gadang.

Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat, berserambi di depan bangunan (Surambi Aceh) di sehiliran Batang Bengkawas, Kab.Tanah Datar,bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam.Rumah Tioji (alm) dibangun tahun 1940, dikelurahan Piliang V Kaum, Kab.Tanah Datar, (sumber foto. Penulis, 1996)


Rumah Gadang Surambi Aceh satu Gonjong, yang sudah dipermodern, konon bangunan seperti ini banyak dibangun di Malaysia, sumber:http://sipulud.blogspot.com/2012/07/rumah-gadang.html


Surambi Aceh Bagonjong Duo
(Surambi Aceh Dengan dua  Gonjong)



Bentuk dasar bangunan adalah bangunan beranjung yang diberi serambi. Bangunan ini adalah istana Raja Yang Dipertuan Sutan Besar Daulat Tuanku Rajo Bagindo Raja Adat Alam Surambi Pagu, Pucuk Pimpinan Kampai Nan 24: Balun(Istano Rajo Balun), di Muara Labuh (hasil penelitian). (Lihat Lokasi di Wikimapia)


Bangunan ini ada di daerah kota daerah Solok, dan Solok Selatan (Muara Labuh) perhatikan bangunan serambi depan dengan dua gonjong, sejajar dengan bangunan (sumber foto. Penulis, 1996) bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, ). (Lihat Lokasi di Wikimapia)
Hotel Bumiminang, di kota Padang (lihat peta), ide dasarnya adalah bangunan RG Surambi Aceh, dengan dua gonjong yang berasal dari Solok, pemiliknya memang berasal dari daerah Solok, bentuk surambi kemudian dijadikan bagian entrance hotel.
Rumah Gadang Surambi Papek

Ciri bangunan ini adalah pengakhiran kiri dan kanan bangunan yang disebut “bapamokok” (papek) Bhs. Minang. Umumnya pintu masuk dari belakang dan ada pula yang membuatnya dari depan.(lihat denah)

Catatan: tipe bangunan Surambi Papek, di Koto Marapak Bukittinggi (lihat peta) banyak dimodifikasi, karena orang tidak selalu menyukai masuk dari belakang rumah, jadi pintu masuk dipindahkan ke depan dan tidak jarang juga diberi serambi, dengan anak tangga dua buah. Masuk dari belakang rumah (dapur) ini mengukuhkan prinsip bahwa yang punya rumah sebenarnya perempuan, laki-laki (menantu) hanya menumpang.


Model bangunan Surambi Papek, bergonjong empat, di Bukittingg jaman kolonial, penggunaan semen untuk tangga masuk yang di rubah di depan bangunan. Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/


Surambi Papek Batingkok

Model bangunan Surambi Papek, bergonjong empat , pintu masuk dari belakang , Ada di di kota Bukittinggi, Luhak Agam (Surambi Papek).
Aslinya pintu masuk dari belakang kemudian di rubah menjadi dari tengah depan, gmbar atas, bangunan ini ada di Nagari Saningbakar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. (sumber foto. Penulis, 1996), (lihat peta di sini)
Gambar samping kiri, rumah seorang dokter di zaman Kolonial Belanda, di daerah Koto Marapak Bukittinggi. Aslinya adalah bangunan Surambi Papek yang telah di tambah dua gonjong lagi kiri dan kanan (lihat peta). (sumber foto. Penulis, 1996)

Gonjong Limo 
(Puncak Limo, atau Rajo Babandiang?)
Model bangunan bergonjong lima banyak ditemukan di kota Payakumbuh, Luhak Limo Puluah Koto (50 Kota).
Kadang-kadang bangunan seperti ini disebut rumah gadang Rajo Babandiang (Raja berbanding), perhatikan gambar tampak di bawah ini, gonjongnya berdampingan bangunan pinggir tidak simetris dan di geser ke belakang, sehingga terlihat dari samping seperti berdampingan, (berbandingan), sehingga dalam bahasa metafora Minangkabau disebut "Raja Berbanding)lihat blog Ilham ini

Model bangunan bergonjong lima di daerah Kubang, Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, di daerah ini terkenal Martabak Mesir Kubang, dan Tenunan Songket Kubang, didaerah Payakumbuh sangat terasa pengaruh kebudayaan Melayu Riau pada ukiran-ukirannya. (sumber foto. Penulis, 1996)

Ciri bangunan Gonjong Limo adalah adanya tambahan gonjong pada bagian kiri atau kanan bangunan, pengakhiran bangunannya mirip dengan Gajah Maharam, dimana pengakhirannya tidak ditambah anjung (pengertian anjung lihat denah di bawah), sebab bangunan ini sebenarnya ada anjung. Istilah Puncak limo dan Rajo Babandiang lihat di blog Ilham, klik disini

Gonjong Limo Batingkek

Terjadinya pergeseran posisi gonjong terakhir (kiri-kanan) bangunan disebabkan adanya pemasangan satu deretan tiang lagi yang disebut "tiang babisiak", ini yang menyebabkan perbedaan posisi gonjong kiri-kanan bangunan, dan ini adalah ciri khas bangunan gonjong limo Payakumbuh.(lihat denah), denah di bawah kurang tepat, karena tidak memperlihatkan deretan tiang tambahan. Untuk memperbesar denah klik denah/gambar 1x , untuk kembali tekan Esc.

Gonjong Limo Batingkek: Rumah adat Sutan Nan Kedoh Koto Nan Ampek Payakumbuh, (Lihat Lokasi)

(sumber foto. Penulis, 1996). Catatan: ada yang menulis Sutan Chedoh, ejaan ini kurang tepat yang tepat adalah Kedoh (Khedoh) bahasa Minang atinya adalah "kidal"(yaitu orang yang menggunakan tangan kiri, ketimbang tangan kanan). Lihat tulisan di sini.

Denah bangunan Bangunan Gonjong limo di luhak Lomo Puluh Kota (Payakumbuh) ini mirip dengan denah bangunan Marga Batin di Propinsi Jambi (lihat denah .Untuk melihat kesamaannya lihat disini

Lokasi Marga Batin (Wikimapia)


Bentuk dasar bangunan Gonjong Limo Agak berbeda dengan bangunan, di luhak Tanah Datar (Batusangkar) dan Luhak Agam (Bukittinggi) terlihat dari pembagian ruangnya.Sumber: http://www.scoopweb.com/Rumah_Gadang.


Bentuk ukiran pada rumah gadang ukia cino, nagari simalanggang, Payakumbuh. Rumah Gadang Ukiran Cina berlokasi di Jorong Batu Nan Limo, Nagari Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota.Lihat disiniKawasan ini memang pintu masuk ke sumatera barat dari kawasan riau, sehingga banyak dipengaruhi unsur dari luar seperti bangunan ukir Cino.

Gonjong Ampek Banjuang
(Gonjong Empat Beranjung)
Bangunan rumah gadang dengan gonjong empat merupakan suatu keharusan di kawasan Luhak nan tigo, dan ini sebuah pertanda adat, walapun bangunannya lebih dari 7 ruang. Ciri bangunan beranjung adanya tambahan anjung pada kiri dan kanan bangunan.(Lihat Denah). Aneh memang dahulu RG Baanjuang sering dinamakan "RG Sitinjau Lauik", sebuah nama yang jarang diucapkan untuk RG.
Bangunan Beranjung dan Gonjong Enam
Namun demikian, bangunan beranjung dengan gonjong 4 sudah jarang ditemui sekarang, sebab yang menjadi dasar bangunan adalah 4 gonjong, kemudian ditambah satu gonjong kiri dan kanannya.
Rumah gadang H.Sanuar, di desa Pandai Sikek, Bukittinggi, (sumber foto. Penulis, 1996) (lihat lokasi)


Rumah Gadang Lontiak (bhs.Minang), Lontik, Pancalang, Lancang(Bhs.Melayu Riau) Bergonjong Duo
Model bangunan bergonjong dua ( Lontiak) di di desa Pulau Belimbing, Kampar, Riau. Untuk melihat deskripsi arsitekturnya, klik situs ini.

Model bangunan bergonjong dua ( Lontiak) di Riau, adalah rumah adat tradisional khas masyarakat Kampar yang dikenal dengan nama Rumah Lontik atau Pancalang yang sebagian besar sudah berusia ratusan tahun. sumber:
http://asiantribal.blogspot.com/2012_12_01_archive.html. Untuk melihat lokasinya (klik kanan peta Wikimapia ini). Kisah perjalanan dari Pakanbaru ke lokasi, klik situs ini.

Rumah Gadang Kajang Padati di Padang

Rumah Adat ini mirip dengan Rumah adat Tungkuih Nasi yang banyak di daerah pesisir Barat Sumatera.Lihat juga tulisan tentang detail rumah adat Kajang Padati, di Padang ini di sini.
Untuk melihat Lokasi: (klik kanan disini)
Gedung baru kantor Balai Kota Padang(belum selesai) di Air Pacah Padang, mengambil bentuk tipe bangunan Kajang Padati bangunan asli kota Padang (foto, 05-08-2013)

Rumah Gadang Tungkuih Nasi

Bangunan peninggalan Belanda yang masih bertahan di Padang sampai sekarang. Modelnya memakai gaya rumah tradisional di Padang, atau rantau pesisir barat Minangkabau pada umumnya, yang konstruksi atapnya berbentuk ‘tungkuih nasi’ seperti gambar di bawah (yang asli)
Rumah gadang ini adalah Rumah Gadang Mande Rubiah salah satu Keturunan raja Pagaruyung, Minangkabau lama, sejarahnya lihat disini. Lokasinya lihat disini.

Rumah Gadang Bergonjong Lebih dari Enam



Rumah Gadang di Abai Siat, Kecamatan Batang Hari, Kab. Solok Selatan. Sumber Foto penulis 2007 Solok Selatan dan khususnya nagari Abai merupakan daerah yang memiliki hukum adat sangat kuat, hukum ini lebih berperan besar dari pada hukum pemerintahan. Masyarakat hanya akan mengikuti peraturan adat daripada peraturan pemerintah setempat. Konon dahulunya daerah ini diceritakan tidak pernah dapat di taklukkan oleh Kerajaan Pagaruyuang yang pernah dipimpin oleh raja yang terkenal, Aditiwarman. Bangunan rumah gadang bergonjong mungkin pengaruh dari Pagaruyung, tetapi sebagai tanda mereka tidak menjadi bagian adat Pariangan mereka membangun rumah gadang/adat dengan jumlah gonjong yang berbeda dengan tempat asal budaya budaya ini. Akhirnya terdapat bangunan dengan gonjong tujuh atau delapan pada daerah ini, malahan ada bangunan yang jumlah gonjongnya sangat banyak.  (Lokasi klik kanan disini)






Rumah penduduk di kawasan nagari 1000 rumah gadang, Muaro Labuah (m), Muara Labuh (id), Solok Selatan yang bergonjong delapan, sumber Foto penulis 2007.



Rumah penduduk di kawasan nagari 1000 rumah gadang di Muaro Labuah (m), Muaro Labuh (id), Solok Selatan, umumnya masih banyak dan terjaga dengan baik, sumber Foto penulis 2007. (Lokasi klik kanan disini)

Kasus Istano Pagaruyung
Bangunan istano Pagaruyung yang asli sebenarnya tidak sebesar yang ada sekarang, namun yang menimbulkan pertanyaan adalah masuk kategori mana bangunan Istano Pagaruyung itu sesuai dengan kategori di atas? Menurut penulis bangunan ini adalah kombinasi dari berbagai tipe bangunan di atas terutama tipe bangunan rajo babandiang dari Payakumbuh, tipe bangunan beranjung, tipe bangunan batingkek, sedangkan tiang-tiang di dalam bangunan dibuat dari beton di cat dan ada yang dilapis dengan kayu, lihat denah di bawah

Museum Istano Pagaruyung

Denah Perencanaan Tapak Istano Pagaruyung, meniru tata letak rumah adat Minangkabau, misalnya dengan penanaman pudiang emas (di bgn dalam), pudiang perak (ditengah), pudiang hitam (bgn luar) pagar./ tiga lapis. Lokasinya lihat disini


Denah bangunan awal yang dirancang dengan gambar tangan dan mesin ketik yang dibuat oleh Djafri Dt. Bandaro Lubuak Sati, kelihatan memasukkan unsur "tiang babisiak" dari bangunan rajo babandiang, Payakumbuh, dapur di belakang (dari Surambi papek),dan bangunan beranjung ke rancangan bangunan, sedangkan gonjong utama delapan buah (stensil asli rancangan bangunan ini ada pada penulis), bangunan yang ada sekarang adalah pembangunan kembali bangunan yang terbakar pada tanggal 27 Februari 2007.
Catatan : Ide awal pembangunan kembali Istana Pagaruyung itu dari mantan Gubernur Sumatera Barat Harun Zein Datuak Sinaro sekitar 1973. Lalu, pada 1974-1975 Pemprov Sumbar membentuk tim yang didukung tiga tenaga konsultan ahli. Konsultan ahli pembangunan kembali istana itu antara lain  Datuak Simarajo (mantan ketua Kerapatan Adat Nagari Pagaruyung) dan Abu Yazid Seribujaya (ahli purba kala Kanwil Pariwisata),serta Djafri Dt. Bandaro Lubuak Sati (keterangannya  lihat di sini.) sedangkan "tukang tuo" yang ikut membangun gonjongnya adalah pak Malin

Konsep/ Ide pendirian Tiang Bangunan Jaman Lampau
















Contoh Lainnya tentang Rumah Gadang 

Rumah Panjang, Kerajaan Abai Siat, Kab. Solok Selatan, bangunan ini aslinya dari kayu, kemudian dimodifikasi bagian depannya diganti dengan bahan semen dan tembok bata, hal ini mengingat panjangnya bangunan dan agar tidak selalu sering diperbaiki, sebab yang berbahan kayu mudah rusak, penulis punya foto aslinya, yang masih berbahan kayu. (Lokasi klik kanan disini)
Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu, di perkirakan bangunan ini ada di daerah Bukittinggi (Ampek angkek), perhatikan jatuhnya sinar matahari dan arah membujur bangunan (dahulu arahnya di atur selalu membujur ke gunung/ Marapi), jadi diperkirakan gunung Merapi ada di sebelah kanan. Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/

Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu dan batabuah, diperkirakan bangunan ini adalah bangunan Rumah Gadang Kampai nan Panjang di Nagari Belimbing, Kab. Tanah Datar. Perhatikan pintu masuk bangunan, mirip dengan yang ada  sekarang dan salangkonya yang masih memakai anyaman bambu (sekarang sudah di ganti dengan papan).di depan bangunan adalah bangunan tabuah (beduk).  Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/ Lokasinya (klik kanan disini)

Bangunan ini aneh, sebenarnya bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, yang telah dimodifikasi, kemudian di tempelkan ukiran, kesannya seperti bangunan beranjung, padahal tidak. Salangkonya memakai papan, bukan anyaman bambu, dan jendela dibuat lebih banyak agar cahaya lebih banyak masuk ke bangunan. Diperkirakan ini adalah bentuk transformasi bentuk Gajah Maharan ke bangunan Beranjung. Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/

Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu, diperkirakan ada di kawasan Singkarak, perhatikan bentuk ukiran di papan banyak ( disamping jendela) mirip dengan yang ada sekarang di rumah gadang singkarak. Salangkonya masih memakai anyaman bambu, atap sudah diganti dengan atap seng. Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/

Kesimpulan
  1. Sesuai dengan fungsi bangunan rumah gadang tempat bermusyawarah bermufakat, maka pengaruh budaya bangunan Minangkabau itu terlihat bukan semata pada bentuk bangunan, tetapi terutama pada fungsi ruang yang difungsikan sebagai acara adat, berpetatah-petitih, hal ini tampak dengan jelas pengaruhnya itu pada negeri-negeri sekitar kawasan budaya Minangkabau seperti yang diperlihatkan di bawah ini (berwarna kuning).
  2. Budaya berbangunan ini juga merupakan sebuah bukti bahwa awal budaya Minangkabau itu di mulai di sehiliran batang Bengkaweh, atau Pariangan Padang Panjang, bukan di Luhak Lima Puluh Kota, memang situs prasejarah megalitik ada di tempat itu, tetapi itu budaya megalitik bukan Minangkabau (budaya megalitik apakah sama dengan budaya Minangkabau yang dirumuskan oleh Perpatih Nan Sabatang dan Dt.Ketumanggungan?). Lagi pula situs pra sejarah juga ada di Pariangan Padang Panjang.
  3. Budaya berbangunan ini, juga akan mengkoreksi apa yang disebut dengan ukiran Minangkabau selama ini, sebab menurut hemat penulis ukiran Minangkabau itu dapat di bagi dua tipe yaitu  berdasarkan waktu pembuatannya adalah (1) ukiran lama/asal tradisi Minangkabau lama dan dan ukiran baru/pengembangan tradisi Minangkabau (2) berdasarkan fungsi dan penempatannya  misalnya ukiran Minangkabau itu (hasil penelitian Ibenzani Usman (1985), dan juga Marjani Martamin (lihat disini) atau disiniadalah nama-nama jenis ukiran baru yang dikembangkan oleh sentra-sentra pengukir, INS Kayu Tanam, dan yang berkembang saat penelitian itu di adakan oleh Marjani Martamin(1977). Dan juga ukiran yang hanya ada di Bangunan Rumah Gadang Beranjung dan Balai Adat, dan tidak ada pada jenis bangunan lainnya. 
  4. Memang tidak bisa dihalangi sebab sejarah mencatat generasi penulis di kemudian hari tentang ukiran Minangkabau seperti Yosef Dt.Garang dan Adrin Kahar, Ibenzani dan sebagainya dipengaruhi oleh tulisan Marjani Martamin ini. Ukiran-ukiran seperti itu juga hanya ada di rumah gadang Sitinjau Lauik (beranjung) , Rajo Berbanding dan balai adat, dan tidak ada pada tipe bangunan Rg lainnya. Kalau tidak salah pelukis yang melukiskan ukiran di buku Marjani Martamin adalah pakNursal Zai (Ujang Zai) dosen seni rupa IKIP Padang, salah satu tim ahli sejarah peneliti ukiran ini yang juga sahabat penulis Amir Benson dosen sejarah IKIP Padang (namanya lihat disini) menceritakan apa yang dibalik penelitian Marjani Martamin (1977) ini. Kesalahan penelitian ini adalah karena mereka tidak terlebih dahulu mengklasifikasi arsitektur bangunan tradisi Minangkabau secara tepat dan benar, kesalahan seperti ini berlanjut pada penelitian Ibenzani Usman (1985) dll.
Sebaran Pengaruh Tradisi Musyawarah dan Mufakat Minangkabau terhadap Kawasan Lain


Catatan: Tradisi Adat Minangkabau yang kuat pengaruhnya bukan semata kepada pengaruh bentuk bangunan tetapi tradisi adat Minangkabau dalam hal adat-istiadat, apapun bentuk dan denah bangunan akan disebut rumah gadang sebagai tempat penyelenggaraan berbagai upacara adat versi Minang (lihat warna kuning).

Kepustakaan 
(dan untuk bacaan lebih lanjut)
  • Boestami (Dkk), 1979. Arsitektur Tradisional Minangkabau: Rumah Gadang. Kanwil P& K Sumbar. Proyek Sasana Budaya Jakarta. 
  • Syamsidar (ed).1991 Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Dep.P & K Dirjen kebudayaan: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.
  • Asri, Syamsul ,1996, “ Minangkabau (The design Construction and the meaning of traditional house in Minangkabau , west Sumatera) “.(Seminar), Leiden 28-29 march, 1996.
  • Asri ,Syamsul, Prinsip-Prinsip Pembinaan Rumah Adat Minangkabau, Tesis Ijazah Doktor Falsafah (Senibina) Universiti Teknologi Malaysia, Januari 2004 (http://eprints.utm.my/6675/1/Syamsul Asri PFAB 2004 TTT.pdf). Diakses tanggal 22 Pebruari 2009.
  • Capistrano, Florina H.(1997), Reconstruction The Past: The Notion Of Tradition in West Sumatran Architecture 1791-1991, Columbia University, 1997.
  • Couto,Nasbahry, 1998,”Makna dan unsur-unsur visual pada bangunan rumah gadang “, (Tesis Pasca Sarjana tidak diterbitkan) Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Bandung
  • Martamin, Mardjani & Amir Brenson . 1976. Ragam Ukiran Rumah Gadang Minangkabau . Padang: Penelitian Jurusan Sejarah FKPS IKIP Padang. 
  • Tumbijo, H.B.Dt. 1977. “Minangkabau dalam seputar seni tradisional” (Diktat) SMSR N.Padang,
  • Usman. Ibenzani, (1984), Seni Ukir Tradisional Minangkabau, Disertasi, Program pasca Sarjana, Institut Technologi Bandung.
  • Waterson, Roxana.1990. The living House: An Antropology of Architecture in South-East Asia. Singapore: Oxford University Press.
  • Westenenk. L.C. “ De minangkabausche Nagari” Terjemahan Mahyuddin Saleh SH. 1969. Padang; Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat Universitas Andalas Padang.
  • Rumah Lontik, Desa Pulau Belimbing, http://asiantribal.blogspot.com/2012/12/rumah-adat-kampar-riau.html, diakses, Maret , 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar